Teknologi Pengolahan Sampah terus berkembang di banyak negara maju, namun belum banyak diterapkan di Indonesia. Manajemen sampah sejauh ini masih menerapkan pola konvensional, yakni diangkut ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pengelolaan sampah yang belum efektif akan terus memicu masalah lingkungan, kesehatan masyarakat, sampai ke persoalan sosial.
Anggota DPR RI Subardi menilai, inovasi pengelolaan sampah sangat dibutuhkan mengingat tingginya volume sampah khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengelolaan sampah yang modern dan berteknologi tinggi akan mengurangi beban sampah yang terus menggunung.
“Sudah saatnya di Jogja mulai menerapkan teknologi pengelolaan sampah yang bernilai ekonomi,” kata Subardi saat menggelar sosialisasi pengelolaan sampah bernilai ekonomis, di Hotel kawasan Seturan, Sleman, Senin (7/3).
Dalam acara itu, Subardi menggandeng PT. Guna Olah Limbah (GOL) dari Jakarta dan Prof. Gunawan Sumodiningrat selaku Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada untuk menyampaikan pemahaman teknologi sampah kepada pelaku pengelola sampah se-DIY.
Menurut Subardi, PT GOL merupakan sebuah perusahaan teknologi pengolahan limbah berbasis riset yang mampu mendaur sampah menjadi barang bernilai ekonomi. Sedangkan Prof. Gunawan merupakan senior penggiat pengelolaan sampah di Jogja. Keduanya sangat tepat untuk menjelaskan pentingnya teknologi sampah.
“Saya mengundang rekan pengelola sampah se-DIY untuk belajar dengan PT GOL dan Prof Gunawan agar masalah sampah di DIY segera teratasi dengan teknologi. Manfaatnya besar, satu sisi lingkungan menjadi bersih, disisi lain hasil olahannya bernilai ekonomis,” ucap Wakil Rakyat dari Dapil Yogyakarta itu.
Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DIY, pada tahun 2021 rata-rata volume sampah yang dihasilkan se-DIY sebanyak 1.133 ton setiap harinya. Menurut Subardi, tingginya volume sampah menyimpan potensi ekonomi kepada para pelaku sampah. Limbahnya bisa didaur ulang, hasilnya pun sangat beragam. Sampah organik bisa menghasilkan pupuk organik cair kualitas tinggi, kompos dan pakan ternak. Sedangkan non organik dapat didaur menjadi bahan bangunan, bahan insulasi, kertas dan bahan bakar.
“Karena teknologi ini bernilai ekonomi, maka yang merasakan manfaatnya adalah para pelaku sampah. Ada pemberdayaan kepada mereka agar kedepan tidak sekedar bekerja angkut sampah dari rumah-rumah, dari hotel atau restoran,” terang Subardi.
Sementara Prof Gunawan menjelaskan, pengelolaan sampah dengan teknologi daur ulang akan memberi manfaat kepada para kelompok pekerja sampah. Selama ini belum ada seacra masif teknologi pengelolaan sampah yang menjadikan peluang ekonomi bagi mereka.
“Teknologi yang berkelanjutan akan membuat siklus daur ulang sampah tidak lagi bertumpu pada TPS atau TPA, tetapi dapat dimanfaakan oleh pelaku sampah. Ada berkah dan peluang ekonomi bagi mereka,” terangnya. (IS).