31.4 C
Yogyakarta
Sabtu, Juli 27, 2024

Wacana Hak Angket Kasus ‘Swiss Bell Hotel’ Mengemuka

Pemkot Jogja dituntut segera mengambil sikap tegas terkait dugaan pelanggaran oleh Hotel Swiss Bell. Hotel di Jalan Jenderal Soedirman 69 Jogja itu diketahui sebagian bangunannya disisi timur lantai 2 hingga lantai 5 terindikasi keluar dari persil selebar kurang lebih 60 cm x 6 meter.

Selain itu, sebagian struktur bangunan di lantai basement berada di persil tanah negara selebar kurang lebih 30 cm x panjang 30 meter. Kondisi itu dinilai tidak sesuai dengan Perda Kota Jogja No. 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung.

“Konsekuensinya sesuai Perda bisa dibongkar dan harusnya Satpol PP sudah bergerak,” ungkap Ketua Komisi A DPRD Kota Jogja Dwi Candra Putra kemaren (12/12).

Ketua Bappilu DPD NasDem Kota Jogja itu mengaku telah mengadakan rapat kerja di Komisi A pada jumat (10/12). Sejumlah mitra kerjanya hadir. Diantaranya Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Jogja Wasesa, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Wahyu Handoyo Hardjono Putro, Plt Inspektur Kota Jogja Suhartiningsih, Kepala Bagian Hukum Nindyo Dewanto dan Kepala bagian Umum dan Protokol Setda Kota Jogja Afia Rosdiana.

Dalam rapat kerja itu Komisi A menemukan fakta sertifikat layak fungsi (SLF) Hotel Swiss Bell telah kadaluwarsa. SLF Nomor 0064/GK/2016 7737/48.NON P berlaku lima tahun. SLF diterbitkan pada 21 November 2016 dan berakhir pada 21 November 2021.

Ketua Komisi A mengingatkan agar dalam waktu sesingkat-singkatnya pemkot memberikan ketegasan kepada dewan. “Soal siapa yang akan memberikan jawaban silahkan. Kepala Dinas, Sekda, Atau Wali Kota. Kalau Wali Kota langsung itu luar biasa,” katanya.

Candra mewanti-wanti agar masalah Hotel Swiss Bell Segera dicarikan solusi. Dia tidak ingin kasus itu menggilinding menjadi pengajuan hak angket dari dewan ke wali kota. Sebab, dari perkaranya sesuai tata tertib dewan memungkinkan. “Kami bisa galang. Syarat angket minimal diajukan tujuh anggota dewan dari fraksi yang berbeda,” katanya.

Mendengar itu, anggota Komisi A Marwoto Hadi langsung merespons. “Saya juga siap mendukung,” ucap Marwoto yang berasal dari Fraksi Partai Gerindra.

“Kami tidak ingin hak angket itu terjadi. Itu menjadi kerikil sandungan wali kota menjelang lengser. Jangan ada kegaduhan. Kami tahu, wali kota itu baik hati. Nyatanya ada pemilik hotel melanggar langsung diberikan maaf. Bagaimana kalau itu dilakukan PKL. Apakah ada perlakuan sama,” sindir Candra. Marwoto lagi-lagi mengomentari sikap pemaaf wali kota. Dia menyentil mirip kepala sekolah SD. “Jangan ulangi perbuatan,” sentilnya.

Walikota tak Tegas, DPRD Geram

Dari Rapat kerja itu pimpinan dan anggota Komisi A kecewa. Sebab, para pejabat pemkot itu tidak ada yang bisa menjawab persoalan. Khususnya menyangkut beredarnya surat nomor X-590/095 tertanggal 3 Desember 2015 yang ditandatangani Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti (HS). Dalam surat tersebut wali kota memberikan permohonan maaf dan memberikan kebijakan sesuai permintaan Direktur PT Matrtatama Graha Mulia Tjhin Tjong Giong.

Sebagai pihak yang membangun Hotel Swiss Bell Tjong Giong menyampaikan curhat kepada wali kota. Isinya soal penolakan Dinas perizinan Kota Jogja menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) Hotel Swiss Bell. Penolakan tertuang dalam surat nomor 640/442 tertanggal 6 oktober 2015.

Dinas Perizinan menolak izin mendirikan bangunan (IMB) Hotel Swiss Bell. Penolakan terjadi karena sebagian bangunan hotel disisi timur lantai 2 sampai dengan lantai 5 terindikasi keluar persil selebar kurang lebih 60cm x 6 meter disisi timur depan hotel. Sebagian struktur bangunan pada lantai basement diketahui berada di persil tanah negara selebar kurang lebih 30 cm x panjang 30 meter.

“Kami atas nama PT Matratama Graha Mulia sebagai pemohon IMB yang dibangun Swiss Bell Hotel Yogyakarta mohon maaf kepada pemerintah kota yogyakarta dalam hal ini bapak Wali Kota Yogyakarta atas pelanggaran tersebut diatas, tulis Tjong Giong.

Tjong Giong Menjelaskan, Hotel Swiss Bell secara terstruktur bangunan telah mencapai 95 persen. Jika harus dibongkar bakal menyedot biaya yang sangat besar. “Bisa merusak struktur bangunan hotel secara keseluruhan,” terangnya disurat tersebut.

Karena itu, dia mengajukan permohonan kebijaksanaan kepada wali kota agar tetap dapat memanfaatkan tanah negara seluas 2,3 cm x 55 meter itu. Selain untuk taman terbuka hijau.

Menanggapi itu, HS bersedia memberikan maaf. Dia juga mengizinkan tanah negara dan melanjutkan pembangunan Hotel Swiss Bell meski tidak sesuai dengan peraturan peundang-undangan. “Dengan syarat ukuran tidak berubah dan tidak mengulangi pelanggaran tersebut,” pesan HS di surat tersebut.

Tidak lama setelah adanya surat wali kota itu, dinas perizinan berubah sikap. Permohonan IMB PT Matratama Graha Mulia dapat diizinkan. Izin itu diterbitkan dengan keputusan nomor 0081/GK/20160876/01 yang ditandatangani Kepala Dinas Perizinan Kota Jogja Heri Karyawan pada 9 Februari 2016.

Semua bukti tersebut dibeber Candra dalam rapat kerja itu. Namun dia tidak mendapatkan kejelasan terkait sikap pemkot ke depan. “Kenapa jawabannya pating blasur begini apakah pelanggaran begini dibiarkan atau bakal ditindak?” tanyanya berulang-ulang.

Satu demi satu pejabat pemkot diberikan kesempatan menjawab. Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Wahyu Handoyo mengutip koordinasinya dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja. Hasilnya DLH minta fungsi ruang terbuka hijau dikembalikan. “Ini sesuai dengan komitmen dan permohonan pemohon di awal,” ujarnya.

Apa yang disampaikan Wahyu merujuk Surat Sekda Kota Jogja R. titik Sulastri nomor 590/1165 pada tanggal 2 April 2014. Surat yang ditandatangani atas namawali kota Jogja itu menjelaskan memanfaatkan tanah negara. Titik menjawab surat dari Thjin Tjong Giong yang beralamat di jalan Sutoyo No. 5 RT 006/RW 001 Jampiroso, Temanggung , Jawa Tengah.

Dalam Surat tersebut, Sekda mengungkapkan tanah negara yang dimohonkan benar-benar hanya difungsikan khusus untuk taman terbuka hijau tanpa bangunan permanen diatasnya. Luasnya kurang lebih 2,33 x 50,6 meter persegi. Tanah negara yang difungsikan sebagai taman terbuka hijau, tidak digunakan sebagai fassilitas hotel. “Misalnya untuk parkir dan lain-lain,” tegas Titik.

Merespons surat itu, 17 bulan kemudian Tjong Giong membuat pernyataan di atas materai. Dia menegaskan tidak akan menggunakan tanah negara seluas kurang lebih 2,33 x 50,6 meter persegi tersebut selain untuk taman terbuka hijau tanpa bangunan permanen di atasnya. Sesuai persetujuan wali kota Jogja nomor 590/1165 pada tanggal 2 April 2014. (Rdr).

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles