27 C
Yogyakarta
Sabtu, Desember 14, 2024

Cegah Harga ‘Nuthuk’ dengan Digitalisasi Pariwisata

Baru-baru ini sebuah unggahan video netizen ramai disorot masyarakat luas lantaran saat berwisata kuliner di kawasan Malioboro harga yang dipatok terlalu mahal. Dalam unggahan itu, penjual pecel lele menaikkan harga tak wajar atau nuthuk/getok harga kepada wisatawan dari luar Yogyakarta.

Kejadian ini menuai respon dari wakil rakyat Yogyakarta, Subardi. Ia menilai perilaku nutuk harga bisa saja terjadi di industri wisata karena ulah oknum nakal. Solusinya, layanan pariwisata perlu transformasi menjadi layanan berbasis digital.

“Saya usulkan kawasan pariwisata menerapkan transaksi elektronik, agar tidak ada lagi pungutan liar, entah itu di parkir atau harga makanan yang dibuat nutuk,” jelas Subardi disela perbincangannya dengan perwakilan rumah aspirasi miliknya di Jl. Soka, Baciro, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Minggu (30/5).

Memang saat ini Bank BPD DIY menerapkan transaksi elektronik di kawasan wisata Yogyakarta melalui apalikasi Qris Ultimate Aoutomated Transactoon (QUAT). Hanya saja, aplikasi untuk transaksi elektronik seperti pembelian tiket, souvenir dan aneka kuliner belum diterapkan menyeluruh.

“Cakupannya perlu diperbanyak, targetkan dalam beberapa bulan sudah terpasang di lokasi wisata mana saja. Digitalisasi di kawasan wisata akan memperbaiki manajemen wisata di Yogyakarta,” kata Ketua DPW NasDem DIY itu.

Untuk menyukseskan layanan digital ini, Pemda DIY disarankan gencar sosialisasi. Menurutnya, banyak pelaku wisata yang belum terbiasa dengan teknologi dan tidak mengerti penggunaannya.

“Pemda agar gencar sososilisasi. Aplikasinya harus disampaikan kepada para palaku wisata agar tidak ada miss di lapangan. Yang jelas, sistem ini akan meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Uang yang masuk tidak akan bocor, semua transparan dan terinput rinci,” tuturnya.

Soal penjual makanan yang nutuk harga, belakangan muncul sikap resmi dari Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro (PPLM). Organisasi itu menyatakan pelaku nutuk harga bukan dari anggotanya. Subardi pun mengapresiasi sikap PPLM. Anggota Komisi VI itu menilai, organisasi ini menjadi bagian dari perkembangan Malioboro yang turut menjaga kenyamanan wisatawan.

“Sejak awal saya menduga kejadian ini tidak mungkin dari anggota paguyuban. Saya tahu mereka menjaga reputasi Malioboro sejak puluhan tahun. Sebagai dukungan saya kepada mereka, rumah aspirasi saya di Kota Jogja kini diketuai oleh salah satu mantan pengurus Koperasi pedagang Malioboro,” pungkasnya. (DN).

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles