27.4 C
Yogyakarta
Sabtu, November 1, 2025

Politisi Diantara Krisis Kepercayaan dan Visi Kebangsaan

Aksi protes rakyat pada bulan Agustus 2025 menjadi tamparan keras bahwa politisi maupun pejabat publik tidak hanya pemegang mandat politik, tetapi juga teladan moral bagi rakyatnya. Perilaku dan komunikasi yang nirempati, ditambah sikap seringkali pamer kemewahan, maupun bertingkah layaknya selebriti, membuat rakyat kehilangan kepercayaan kepada mereka.

Anggota MPR RI Subardi menilai masalah ini karena hilangnya empati dari pejabat. Banyak pejabat yang berubah sikap dan perilakunya ketika mendapat mandat. Bahkan, fenomena ini juga menjalar di Nepal. Gelombang protes yang dipelopori generasi Z mampu menggulingkan perdana Menteri KP Sharma Oli dan jajarannya yang dianggap berkinerja sangat buruk.

“Hilangnya empati berdampak pada jarak yang lebar antara elit dengan rakyatnya. Saat kecewa itu memuncak, krisis kepercayaan tidak bisa dihindari lagi. Rakyat marah karena mandatnya dipermainkan,” jelas Subardi saat Sosialisasi 4 Pilar Bangsa di Wates, Kulonprogo, Jumat (31/10/2025).

Subardi menilai, untuk mengembalikan kepercayaan publik, para pejabat hendaknya melakukan dua pendekatan, yakni representasi dan ekspektasi.

Pendekatan representasi penting agar pejabat benar-benar mewakili rakyatnya, bertanggung jawab atas mandat dan membangun reputasi positif sebagai pejabat. Dalam hal pendekatan ekpektasi, pejabat mesti melihat manfaat apa yang bisa diberikan kepada rakyat. Bagaimana agar dia berkarya, bersikap terbuka, dan mampu membangun dialog partisipatif. Modal tersebut menjadi harapan di tengah krisis keteladanan dari pejabat.

“Dua syarat tersebut mesti disadari bahwa hubungan kerakyatan dibangun atas dasar kepercayaan. Publik banyak berharap suaranya didengar, direalisasikan. Ini yang diharapkan publik. Ini juga menjadi pengingat bagi saya agar selalu konsisten di jalan rakyat,” jelasnya.

Dikutip dari laman resmi Ipsos pada Januari 2025 menyebut, survei Ipsos Global Trusworthines Index tahun 2024 menghasilkan profesi yang paling tidak dipercayai masyarakat politisi (45%), pejabat kabinet/ kementerian (41%), polisi (41%) influencer (25%), pengacara (24%), hakim (23%) eksekutif periklanan (18%), pemimpin bisnis (17%) dan jurnalis (15%).

Dari penelitian ini politisi menjadi sektor paling rentan terhadap krisis kepercayaan publik. Tetapi di sisi lain, politisi juga mengemban tugas besar untuk keberlanjutan negara.

“Kalau kita lihat secara obyektif, penyelenggaraan negara adalah pekerjaan politisi. Satu undang-undang yang dihasilkan politisi akan menentukan negara ini kemana. Apakah itu ekonomi, energi, transportasi, pangan, hingga urusan agama, semua dibahas dalam meja legislatif. Tapi menjadi politisi konsekuensinya adalah profesi yang paling tidak dipercaya,” tambahnya.

Bila melihat catatan buruk pada tragedi Agustus 2025, apakah tidak ada politisi yang bisa diteladani oleh bangsa ini? Subardi menjawab bangsa ini pernah memiliki politisi yang diteladani sepanjang masa, seperti Mohammad Natsir, Sjahrir, Hatta, dan Agus Salim.

“Bagi saya politisi adalah figur yang harus mampu membangun kepercayaan sekaligus memiliki visi kebangsaan, seperti para politisi pendiri bangsa,” pungkas Subardi. (NK)

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles